Minggu, 22 Agustus 2010

Kabulkan India, BlackBerry Belum Respons RI

Jika dikabulkan, pemerintah akan bisa menyadap BlackBerry Messenger dan e-mail.

Kabar baik untuk pemerintah India dilansir Research in Motion (RIM), produsen BlackBerry, Jumat kemarin, 20 Agustus 2010. Tuntutan India akhirnya dipenuhi RIM setelah pemerintah negeri itu mengancam akan memblokir BlackBerry jika tidak membuka akses data (selengkapnya klik di sini).

Dalam responsnya, RIM akhirnya memberi kewenangan kepada pemerintah India untuk memonitor lalu-lalang e-mail terenkripsi di jaringan BlackBerry Enterprise Server (BES) yang dikirimkan dari tiap perangkat BlackBerry.

Belum jelas apakah India cukup puas hanya dengan memonitor e-mail terenkripsi yang lalu-lalang di sistem monitornya atau mereka juga menuntut untuk bisa mendekripsi e-mail tersebut.

Sekitar dua minggu lalu, Arab Saudi akhirnya mengizinkan RIM untuk kembali menggelar layanan BlackBerry melalui tiga mitranya. Padahal, negara ini sebelumnya juga mengancam akan memblokir BlackBerry karena isu keamanan. Keputusan ini dibuat setelah Komisi Teknologi Informasi dan Komunikasi Arab Saudi berunding dengan RIM.

Sejak awal bulan, RIM terus direpotkan dengan gelombang ancaman pemblokiran. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab telah memblokir layanan BlackBerry, karena layanan ini tak memungkinkan pemerintah negara-negara itu untuk bisa mengakses data yang lalu-lalang melalui layanan itu. India kemudian menuntut hal serupa.

Belakangan, Indonesia juga mendesak agar RIM mengadakan server lokal di Indonesia agar pemerintah bisa turut mengawasi data di layanan RIM.

Gara-gara isu blokir kian merebak, hanya dalam dua hari, pada 5 Agustus lalu nilai saham perusahaan Kanada pembesut BlackBerry itu anjlok 4,46 persen atau sebesar US$2,7 miliar, sekitar Rp24 triliun. Di sepanjang tahun 2010, nilai sahamnya melorot 20 persen.

Anjloknya saham ini lantaran jumlah pelanggan di negara-negara yang mengancam akan memblokir tersebut cukup besar. Indonesia termasuk salah satu pemakai terbesar BlackBerry, yakni 1,5 juta pelanggan. Sedangkan, di India dan Arab Saudi bisa mencapai dua juta.

Karena itu, RIM buru-buru merespons. Setelah Arab Saudi, RIM memenuhi tuntutan India.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia?

Empat alasan

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sudah menyurati RIM untuk membahas isu itu. "Intinya, mereka (RIM) beroperasi di Indonesia, tetapi belum membangun infrastruktur atau server di Indonesia,” kata Menkominfo Tifatul Sembiring.

Isi surat Menteri Tifatul kurang lebih mendesak RIM untuk segera membangun server di Indonesia plus memaparkan empat alasannya.

Pertama, adalah aspek legalitas. Sesuai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, penyelenggara telekomunikasi harus mendirikan server di Indonesia.

Kedua, pemerintah bakal kehilangan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Kalau mereka tidak bangun, bagaimana kita mendapatkan PNBP dari mereka. Sementara kita terus menjadi objek pasar mereka," ucap Tifatul.

Ketiga, diharapkan akan ada penurunan tarif karena lokalisasi layanan itu (server lokal).

Keempat, untuk memudahkan proses penegakan hukum, terutama membantu aparat hukum menyelidiki tersangka kejahatan korupsi atau terorisme melalui penyadapan BlackBerry Messenger atau e-mail.

Namun, menurut penelusuran VIVAnews, sampai hari ini pemerintah belum mendapat respons dari RIM yang berkantor pusat di Kanada.

"Belum ada kabar karena kami juga belum terlalu memaksa," kata Gatot S. Dewa Broto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo.

Kenapa pemerintah tidak memaksa?

"Masalahnya, yang menjadi dasar hukum belum menjadi ketetapan hukum. UU ITE masih terlalu umum. Kita menunggu hasil dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyelenggaraan UU ITE. Saat ini masuk tahap final," katanya kepada VIVAnews.

RPP ini nantinya akan membahas secara lebih detail teknis pelaksanaan UU ITE.

"Isinya lebih teknis. Misalnya, untuk kasus-kasus seperti BlackBerry ini. Kalau dasar hukum ini sudah berlaku, wajib hukumnya bagi RIM dan perusahaan-perusahaan asing yang memiliki konsumen di Indonesia untuk membangun server," Gatot menegaskan.

Untuk diketahui, RPP itu mestinya rampung dua tahun setelah UU ITE resmi diberlakukan pada tahun 2008. Jadi, pada 21 April 2010 lalu, seharusnya sudah diketok palu. Menurut Gatot, rancangan peraturan pemerintah itu akan rampung sebelum akhir tahun.

sumber : vivanews

0 komentar:

Posting Komentar

visit globe