Sabtu, 04 September 2010

DPR "Buta dan Tuli"


Alasan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang ngotot membangun gedung mewah baru senilai Rp 1,6 triliun tak dapat dipahami. Alasan membangun gedung baru karena yang lama tak lagi dapat menampung aktivitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat juga terkesan terlalu dipaksakan untuk mendasari pembangunan gedung mewah 36 lantai dengan fasilitas kebugaran dan kolam renang.

Hal itu dikemukakan Koordinator Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang dalam acara diskusi ”Polemik Radio Trijaya Network” di Jakarta, Sabtu (4/9/2010).

Sebastian mengatakan, apabila penjelasan awal dari anggota DPR yang ingin membangun gedung baru adalah karena gedung Nusantara I tak mampu menampung yang ada di dalamnya sekarang ini, berarti ada konsep pembagian.

”Tentu gedung baru itu nantinya tak harus 36 lantai. cukup dibagi berapa yang tak tertampung di gedung lama untuk kemudian dibangun gedung yang baru sesuai kebutuhan,” kata Sebastian.

Selain itu, fasilitas kebugaran, seperti fitness centre dan kolam renang, yang ada dalam rencana pembangunan gedung mewah baru DPR ini, menurut Sebastian, jelas tak masuk akal. ”Kalau kita sepakat terhadap prinsip arsitektur sebuah bangunan bahwa bentuk mengikuti fungsi, patut kita tanyakan, gedung baru DPR ini untuk bekerja atau untuk kebugaran. Kalau untuk bekerja, tentu tak perlu ada kolam renang dan fitness centre,” ujarnya.

Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR dari Fraksi Demokrat, Michael Wattimena, mengatakan, salah satu yang mendasari pembangunan gedung baru adalah pengalaman dari hasil kunjungan kerja DPR ke luar negeri. ”Saya ke Jerman, teman-teman saya ada yang ke Maroko dan Perancis melihat kelembagaan parlemen di sana. Gedung parlemen di luar negeri menjadi tujuan wisata bagi turis lokal dan asing. Ini memberikan penambahan devisa,” katanya.

Ia mengungkapkan, kondisi ruangan anggota DPR sekarang sudah overload. ”Harapan masyarakat kan kinerja kami meningkat, tetapi kami hanya punya satu staf ahli dan rencananya kami akan merekrut lima staf ahli. Ukuran ruangan sekarang hanya 32 meter persegi yang ditempati satu anggota DPR, satu staf ahli, dan satu sekretaris,” ujarnya.

Menurut Michael, jika rakyat menuntut penguatan kelembagaan DPR, berarti harus pula ada penguatan sarana dan prasarana. Bicara prasarana, salah satunya adalah memperbarui gedung dengan menambahkan fasilitas, seperti perpustakaan. Gedung yang ada sekarang ini, menurut Michael, tak bisa meningkatkan spirit anggota DPR.

Namun, menurut Sebastian, apabila memang memperkuat kelembagaan, kebutuhan untuk perpustakaan atau pusat data dan informasi mutlak diperlukan DPR. Hanya saja tak ada hubungannya antara penguatan kelembagaan DPR dengan membangun fitness centre dan kolam renang. ”Yang diperlukan DPR itu perpustakaan serta pusat data dan informasi. Bukan kamar tidur, ruang tamu, atau kamar mandi,” katanya.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Abdul Malik Haramain, mengakui, banyak penolakan di kalangan DPR atas rencana pembangunan gedung mewah tersebut. Malik mengatakan, ia bersama dengan sejumlah anggota DPR yang lain akan menggalang penolakan pembangunan gedung baru.

”Sangat mungkin dibatalkan dan bisa saja. Saya tidak pernah merasa kekurangan apa pun, apakah fasilitas atau lainnya, selama menjadi anggota DPR. Satu-satunya yang memang kurang adalah staf ahli DPR yang selama ini hanya satu orang,” kata Malik.

Menurut Malik, penolakan terhadap rencana pembangunan gedung baru yang mewah ini akan disampaikan dalam forum Rapat Paripurna DPR. ”Kami juga ingin meminta agar DPR mengaudit gedung dan fasilitas yang ada karena sebenarnya banyak ruangan yang bisa dipakai seandainya nanti ada penambahan staf ahli,” katanya.

Malik mempertanyakan fungsi ruangan di gedung lama yang tak terpakai. ”Pengalaman saya waktu masih menjadi staf ahli Komisi I, ada ruangan staf ahli yang sangat representatif. Sekarang saya enggak tahu apakah ruangan itu masih digunakan atau tidak,” ujarnya. Buta dan tuli

Sementara itu, sastrawan Radhar Panca Dahana, yang hadir dalam diskusi tersebut, mengungkapkan, kengototan DPR membangun gedung mewah pada saat rakyat masih terbebani banyak masalah semakin menunjukkan, anggota DPR ”buta dan tuli” terhadap penderitaan konstituennya. ”Anggota DPR sudah tuli terhadap suara publik. Ada banyak masalah yang lebih substansial daripada persoalan membangun gedung baru yang mewah,” ujarnya.

Radhar menilai, DPR saat ini seperti tak punya nurani ketika rakyat justru tengah menanggung banyak derita. ”Bagaimana bisa DPR menutup mata, sementara ada seorang ibu yang membakar dua anaknya sampai gosong karena tak sanggup menghidupi mereka, lalu si ibu membakar dirinya sendiri,” kata Radhar.

Radhar juga mengkritik desain gedung baru yang katanya artistik dan menggambarkan bangsa Indonesia yang multikultur. ”Desain gerbang yang katanya menggambarkan semangat, semangat apa? Pintu neraka pun punya gerbang,” katanya.

sumber : yahoonews

0 komentar:

Posting Komentar

visit globe