Senin, 30 Agustus 2010

"Seharusnya Ada Kata Maaf dari Indonesia"


Warga Malaysia bertanya-tanya, apa yang membuat Bendera bisa bertindak seberani itu.

Sudah lebih dua minggu berlalu sejak insiden saling tangkap di perairan Bintan terjadi pada 13 Agustus lalu. Namun demikian, belum ada titik terang penyelesaian soal tapal batas negara, salah satu permasalahan yang selama ini menjadi duri dalam hubungan Indonesia dan Malaysia.

Sementara itu, rakyat kedua negara terus menunjukkan ekspresi kemarahan mereka. Hari ini, misalnya, puluhan pemuda di Bogor membakar bendera Malaysia, Jalur Gemilang. Aksi ini dipimpin seorang paranormal, Ki Gendeng Pamungkas.

Di Malaysia, muncul desakan agar aparat Indonesia bertindak tegas pada pihak-pihak yang telah menghina simbol-simbol negara Malaysia. Masyarakat negeri jiran menanti kata maaf dari Indonesia.

Situs berita New Straits Times hari ini, Senin, 30 Agustus 2010, memuat surat warga Malaysia bernama Idzan Ismail, asal Kelana Jaya, Selangor. Ia mencurahkan isi hatinya sebagai berikut:

"Besok, kita merayakan hari kemerdekaan. Tapi simbol kedaulatan dan kebanggaan kita, Jalur Gemilang; diinjak, dibakar, dan diludahi oleh warga negara yang kita anggap sebagai tetangga terdekat. Mereka bahkan melempar tinja ke kedutaan besar kita.

Ini sangat menyakitkan, bahwa warga Indonesia--yang adalah saudara muslim kita--melakukannya di bulan suci Ramadhan, jelang umat muslim merayakan Hari Raya Idul Fitri; sebuah hari yang penuh kebaikan dan maaf.

Massa Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) bahkan makin berani hari ke hari, mereka berdemonstrasi serupa di Banda Aceh dan Pekanbaru.

Bendera adalah kelompok yang sama yang mengancam untuk menyerang kita dengan tongkat dan batu tahun lalu--ketika tuduhan perilaku buruk kepada pembantu asal Indonesia diarahkan pada kita. Kali ini mereka menggunakan isu penangkapan tiga staf pemerintah oleh aparat Malaysia, 13 Agustus lalu.

Bendera berteriak-teriak 'Ganyang Malaysia' dan 'Malingsia'. Bahkan mereka mengancam menggunduli warga negara Malaysia sebelum mengirim mereka pulang. Jelas sekali, ada sesuatu yang mendasar yang menyebabkan mereka berani bertindak seperti itu.

Kelompok ini tidak akan punya keberanian untuk mendemo Petronas dan Bank CIMB Niaga tanpa ada persetujuan diam-diam dari beberapa tangan yang tak terlihat.

Isu juga dipanaskan politisi dan anggota parlemen di Indonesia. Mereka justru mendukung gerakan seperti itu. Mereka bahkan meminta pemerintah memutus hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Malaysia. Sementara media massa Indonesia jadi 'kipas', makin memanaskan sentimen anti-Malaysia.

Kita bertanya-tanya, mengapa aparat Indonesia tidak mencegah pengunjuk rasa menyerang kedutaan Malaysia. barikade, atau gas air mata misalnya. Memang ada yang ditangkap, tapi semuanya dilepaskan.

Kita, orang Malaysia, sudah bertindak mulia dengan tidak membalas tindakan itu. Ini langkah bijak karena kita tak ingin ada serangan balik dari 2 juta penduduk Indonesia, legal atau ilegal, yang ada di negara kita. Tapi berapa lama kita harus menahan diri?

Saya takut, kebaikan kita dianggap sebagai kelemahan.

Saya khawatir atas keselamatan orang Malaysia di Indonesia. Kita harus segera memulangkan duta besar, staf kedutaan, dan semua mahasiswa Malaysia di sana. Memberi kesempatan pada mereka merayakan Idul Fitri dengan damai dan tenang.

Kita juga harus menghentikan kunjungan ke Indonesia saat ini. Nanti, ketika situasi sudah damai kembali, mereka bisa kembali ke Indonesia.

Aksi protes tidak lebih dari sebuah tampilan arogan yang terus tumbuh besar dan kuat. Ini mungkin hanya ancaman kosong dan mungkin tidak menimbulkan risiko untuk warga negara kita. Tapi, bagaimanapun, kedaulatan dan martabat kita telah diganggu.

Indonesia berutang kata maaf.

sumber : VIVAnews

0 komentar:

Posting Komentar

visit globe