Selasa, 07 September 2010

Ditunda, Pembangunan Gedung DPR Rp1,6 T


Biaya dinyatakan DPR belum final dan ada kemungkinan diturunkan.

Setelah luas dikecam berbagai kalangan, rencana pembangunan gedung baru DPR RI senilai Rp1,7 triliun akhirnya diputuskan ditunda. Keputusan itu diambil dalam Rapat Pimpinan DPR yang berlangsung Senin, 6 September 2010. Rapat dihadiri tim teknis dan konsultan perencana.

Ketua DPR RI yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie, menyatakan rapim memutuskan proyek itu akan dikaji kembali. Pelaksanaan tender akan ditunda sampai semua kajian diselesaikan. Tim teknis bersama konsultan juga diminta untuk menjelaskannya kepada publik.

“Jadi tim teknis dari Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR bersama Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dengan konsultan akan menjelaskan kepada publik secara profesional, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Marzuki dalam jumpa pers.

Soal kritik terlalu mewahnya gedung baru itu, Marzuki menyatakan, “Kami tidak minta gedung yang mewah. Kami tidak pernah ngomong minta kolam renang, minta spa, minta fasilitas yang lain-lain." katanya.

Marzuki terkesan menyalahkan Sekretariat Jenderal yang dianggapnya berlindung di balik DPR dalam polemik soal ini. Ia menyatakan seharusnya Setjen DPR dan pemerintah yang bicara menjelaskan ke publik karena dua pihak inilah yang paham teknis pembangunan gedung. "Mereka yang tahu kok, mereka harusnya bicara banyak soal gedung baru ini."

Ketua DPR ini bahkan menilai pejabat di Setjen DPR perlu segera diganti jika selalu menyusahkan DPR. "Mohon maaf, sepertinya harus kita ganti," katanya.

Kepala Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi DPR selaku anggota Tim Teknis Setjen DPR, Mardiyan Umar, juga membantah tuduhan hendak bermewah-mewah itu.

"Fasilitas mewah tidak ada sama sekali. Yang kami pikirkan adalah membangun suatu bangunan untuk memfasilitasi para anggota Dewan saat ini. Dan supaya 50-100 tahun ke depan masih layak pakai, dari sisi luasan, dari sisi kekuatan struktur, dan lain-lain," kata Mardiyan.

Menurut Mardiyan, rancang bangun dan biayanya juga telah dikonsultasikan tim teknis Setjen DPR kepada Kementerian PU.

Total biaya pembangunan sebesar Rp1,16 triliun dihitung untuk bangunan dengan luasan 160 ribu meter persegi, dengan tapak bangunan kurang lebih 11 hektar, ketinggian bangunan 36 lantai, dan segala fasilitasnya. "Itu untuk konstruksi dan struktur," kata Mardiyan.

Itu terdiri dari: biaya konstruksi fisik Rp1,12 triliun, biaya konsultan perencana Rp19,12 miliar, biaya konsultan manajemen konstruksi Rp16,88 miliar, dan biaya pengelolaan kegiatan Rp1,12 miliar.

"Ini baru konstruksi fisik. Di dalamnya nanti akan ada penambahan biaya untuk menyempurnakan gedung ini, yaitu untuk sekuriti sistem, mebel, dan biaya untuk IT (information technology)," katanya lagi. Jadi, total jenderal, biaya yang akan ditelan semula adalah Rp1,6 triliun.

Mardiyan menambahkan biaya tersebut belum final dan tak akan serta merta ditetapkan. Masih ada kemungkinan angka itu berubah lagi. Apalagi, setelah DPR meminta supaya rencana itu dikaji ulang. "Mungkin nanti akan lebih rendah dari yag sudah disampaikan itu," katanya, buru-buru.

Penolakan

Sejak beberapa pekan terakhir, rencana kontroversial ini ditolak bukan hanya oleh masyarakat tapi juga oleh partai politik sendiri.

Fraksi Partai Keadilan dan Sejahtera (FPKS), misalnya, berkirim surat kepada pimpinan DPR mempertanyakan rencana itu. "Isinya antara lain pertama, pimpinan DPR agar konsultasi dengan Presiden mengenai rencana pembangunan gedung," kata Ketua Fraksi PKS Mustafa Kamal.

Menurut Mustafa, Fraksi PKS juga mempertanyakan tidak dilangsungkannya proses tender untuk memilih pelaksana pembangunan. Selain itu, PKS juga mempertanyakan status lahan di kawasan Senayan, terutama di sekitar kompleks Gedung DPR yang kini dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Fraksi PKS bahkan mengusulkan agar Badan Urusan Rumah Tangga DPR--yang mengusulkan rencana pembangunan gedung baru ini--dibubarkan, karena tidak sesuai dengan fungsi DPR.

Penolakan serupa sebelumnya juga dikemukakan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP). Wakil Ketua DPR dari FPDIP Pramono Anung Wibowo dan Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo menyatakan sikap bahwa pembangunan gedung baru DPR belum mendesak.

Hal senada dikemukakan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) dan Menko Perekonomian, Hatta Rajasa. "Partai menganggap itu belum mendesak," kata Hatta di Kantor Menko Perekonomian, sembari menyarankan anggota Dewan untuk memahami aspirasi masyarakat yang menolak pembangunan gedung itu.

Alasan yang diajukan DPR juga dinilai Hatta kurang kuat, "Bisa dibangun semacam anex saja atau semacam bangunan tambahan yang sederhana. Itu sudah cukup." (kd)

sumber : VIVAnews

0 komentar:

Posting Komentar

visit globe